Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Komponen-komponen atau unsur-unsur
utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup
(teknologi)
Teknologi merupakan salah satu
komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut
cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan
dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan
masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam
memproduksi hasil-hasil kesenian.Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau
masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit
mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik), yaitu:
- alat-alat produktif
- senjata
- wadah
- alat-alat menyalakan api
- makanan
- pakaian
- tempat berlindung dan perumahan
- alat-alat transportasi
Sistem
mata pencaharian
Perhatian
para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah
mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini,
kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal
abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban"
sebagai lawan kata dari "alam".
Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan
lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan
tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan
merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit"
seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik,
sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai
contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
"berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional
dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul
anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata
"kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang
eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur
norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang
memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan"
disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang
"dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan"
dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan
elemen dari kebudayaan tingkat
tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik
sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak
berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan-
dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai
perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan
menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional
(yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan
"jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik
klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial
menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku.
Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak
elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat
sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular
culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.